Pengolahan Jahe Emprit
Meskipun harganya lebih murah, pasar jahe gajah segar hampir tanpa batas, terutama untuk ekspor. Selain hanya bisa dipasarkan di dalam negeri, penyerap terbesar jahe emprit hanyalah industri. Namun agroindustri jahe di Indonesia, masih sebatas pada proses pengolahan sampai menjadi serbuk sebagai bahan baku permen dan minuman jahe. Umumnya produsen permen dan minuman jahe masih berupa industri kecil, dengan serapan bahan baku yang juga sangat terbatas. Inilah kendala utama penyebab tidak terpasarkannya jahe emprit dari tangan petani.
Di Indonesia, paling tidak dikenal tiga varietas jahe: jahe gajah, jahe emprit, dan jahe merah. Rimpang jahe gajah berukuran paling besar, dengan rasa pedas dan aroma (kandungan minyak asiri) rendah. Jahe emprit berukuran paling kecil, dengan rasa padas dan aroma sangat kuat. Jahe merah berukuran sedang, wana kulit ungu kemerahan, rasa pedas dan aroma sedang. Jehe gajah paling banyak dibudidayakan, karena pasarnya paling luas, produktivitasnya juga paling tinggi. Jahe emprit produktivitasnya paling rendah, tetapi potensial dibudidayakan untuk agroindustri. Jahe merah paling sedikit dibudidayakan, karena pasarnya yang sangat terbatas, hanya untuk jamu.
Jahe emprit hanya bisa dipanen pada umur di atas embilan bulan. Beda dengan jahe gajah yang bisa dipanen rebung, maupun jage mudanya. Jahe gajah muda adalah bahan asinan jahe (pickle). Ada dua macam asinan jahe, yakni asinan jahe cina dan asinan jahe australia. Sebutan ini digunakan karena adanya perbedaan dalam proses pembuatannya. Jahe cina sendiri dibedakan menjadi beberapa kualitas. yakni 1 Young Stem Ginger; 2 Choise Selected Stem Ginger; 3 Fingers; 4 Cargo Ginger; 5 Skins, Shavings, Tops dan Tails.
Produk asinan jahe, masih bisa dioleh lebih lanjut menjadi manisan jahe, kemudian kristal jahe (manisan kering bertabur gula). Jahe emprit tidak feasible untuk dipanen muda sebagai bahan asinan. Hingga jahe emprit tua, harus diolah lebih lanjut menjadi Scraped ginger, yakni rimpang jahe yang dikupas, dipotong, lalu dikeringkan. Coated gingger, yakni jahe tanpa dikupas langsung diiris dan dikeringkan. 3 Bleached ginger, yakni jahe kupas, dicelupkan ke dalam air kapur, baru diiris dan dikeringkan. 4 Black ginger, yakni jahe utuh tanpa dikupas, dicelupkan ke dalam air mendidih lalu dikeringkan.
Bagi para petani kita, pengolahan jahe emprit menjadi Coated gingger, paling dianjurkan. Selain proses ini paling sederhana, hasilnya berupa keripik (chips) jahe, bisa diolah lebih lanjut menjadi serbuk jahe, melalui proses penggilingan. Pengolahan jahe emprit menjadi Black ginger, memang lebih sederhana, karena idak disertai proses pengirisan. Namun pengeringan dan juga penggilingan Black ginger memerlukan waktu lebih lama. Modal untuk mengolah jahe emprit segar menjadi Coated gingger, hanyalah bak pencucian, rak penirisan, unit pengirisan dengan alat iris manual seperti perajang keripik pisang/singkong, dan rak penjemuran.
Dalam proses pengolahan jahe emprit segar menjadi Coated gingger, tidak diperlukan alat pengering buatan (dryer). Sebab panen jahe selalu terjadi pada musim kemarau, dengan sinar matahari penuh sepanjang hari. Hingga pengeringan irisan jahe Coated gingger, cukup menggunakan rak dengan dasar anyaman bambu (widig), sebagai alas penjemur. Dalam waktu dua sampai tiga hari, irisan rimpang jahe sudah akan mengering. Produk Coated gingger ini selanjutnya digiling dengan penggilingan (penepung) biasa, sampai menjadi serbuk jahe.
Serbuk jage inilah yang kemudian diolah lebih lanjut menjadi oleoresin dan minyak asiri. Minyak asiri jahe, adalah minyak hasil penyulingan (destilasi), serbuk jahe emprit. Oleoresin jahe adalah proses ekstraksi serbuk jahe emprit, hingga menjadi cairan pekat dengan aroma dan rasa pedas jahe. Beda gingger oil dengan gingger oleoresin adalah, minyak asiri hanya mengambil aroma jahe, oleoresin mengambil aroma plus rasa pedasnya. Proses pengolahan serbuk jahe emprit menjadi minyak asiri, relatif lebih sederhana, dibanding dengan pengolahan oleoresin. Pemasaran minyak asiri jahe, juga lebih mudah dibanding dengan pemasaran oleoresin.
Secara teknis, proses pengolahan jahe emprit segar menjadi Coated gingger, serbuk jahe, sampai ke minyak asiri, bisa dilakukan oleh petani. Yang menjadi masalah, modal petani selalu pas-pasan. Setelah panen jahe, petani selalu berharap segera menerima uang cash, berapa pun nilainya. Untuk ituah diperlukan koperasi, yang beranggotakan petani. Koperasi inilah yang akan mengupayakan modal, hingga mampu membayar cash ke petani, kemudian mengolah jahe emprit segar sampai menjadi minyak asiri, yang dengan nilai tambah lebih baik. (Foragri).